Sabtu, 29 Oktober 2016

Pelajaran dari Polemik Aksara Jawa bagi Dunia Literasi di Indramayu Kota Budaya



Aksara jawa 
Sumber: http://sus-mita.blogspot.co.id/2015/12/aksara-jawa.html


Baru-baru ini berita mengenai polemik aksara jawa sempat tersiar kembali. Di situ disebutkan mengenai awal kemunculan aksara tersebut sampai dengan artinya yang buruk dan ganjil. Kemunculan aksara jawa dimulai sejak kepemimpinan Amangkurat II, sosok raja Kasunanan Kartasura yang dianggap anteknya Belanda. Oleh karena itu, kemunculan aksara jawa ini juga diduga menyimpan motif-motif tertentu (yang menguntungkan penjajah). Terlepas dari benar atau tidaknya, ini sungguh mengejutkan mengingat aksara jawa juga sempat diajarkan di sekolah-sekolah. Saya pun sempat mengenyam pelajaran tersebut.

Aksara jawa sendiri merupakan salah satu alat untuk menelusuri jejak sejarah di Indramayu, misalnya melalui teks babad, tembang macapat, “naskah jejer”, dan teks tarekat atau tauhid yang banyak memuat bahasa arab. Ia bukanlah satu-satunya aksara yang digunakan di Indramayu zaman dulu, masih ada aksara lain seperti aksara pegon dan latin. Menurut data sejarah, di wilayah Jawa Barat terdapat tujuh aksara dan bahasa yang pernah digunakan. Ketujuh aksara (huruf) yang dimaksud adalah aksara-aksara Pallawa, Jawa Kuno, Sunda kuno, carakan/Jawa Barat, cacarakan/Jawa, pegon/Arab, dan latin; sedang bahasanya adalah sansekerta, Melayu kuno, Jawa kuno, Sunda kuno, Jawa pertengahan, Arab, dan Sunda.

 
 Naskah kuno Indramayu dan draft terjemahannya
Sumber: bloggermangga.com

Aksara jawa banyak terdapat di dalam naskah kuno, sedang mayoritas dari naskah kuno Indramayu dimiliki oleh para dalang. Mereka biasa pentas menggunakan teks yang umumnya bertuliskan aksara jawa. Meski demikian, masih banyak keluarga pewaris naskah tersebut yang tidak mengetahui arti dari tulisan ini. Masih banyak yang menghubungkannya dengan tradisi-tradisi klenik, semacam menggunakannya sebagai jimat atau menyimpannya di tempat-tempat keramat. 

Sadar atau tidak bangsa Indonesia semakin dijauhkan dengan bahasa dan aksaranya sendiri. Padahal, penguasaan ini sangat penting. Buya Hamka pun mengakuinya. Akhirnya, banyak hal yang menyangkut sejarah Indonesia harus ditanyakan kepada ahli-ahli dari luar negeri. Lucu, mengapa orang luar negeri yang lebih tahu dari kita tentang sejarah kita sendiri? Faktanya, menurut Kepala Perpustakaan Proklamator Indonesia, Soeyatno, pada konferensi pers acara Workshop Nasional, Pameran Kitab dan Naskah Jawa Klasik Nusantara dan Kunjungan Peradaban, Rabu (16/9/15) di Gedung Widyaloka, Universitas Brawijaya (UB), sebanyak kurang lebih 26 ribu naskah jawa klasik, ternyata tidak dimiliki oleh Indonesia. Naskah tersebut tersebar di negara luar, khususnya di Inggris dan Belanda. Padahal, naskah tersebut umumnya berisi tembang macapat, kisah sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan bahkan pendidikan. Bahkan saat ini pun masih banyak naskah jawa klasik yang belum diketahui isinya karena orang yang mampu menerjemahkan aksara jawa kuno masih sangat minim. 


Ki Tarka
Sumber: Bloggermangga.com


Kasus lain yang penting dicermati dari sejarah misalnya terdapat pada peristiwa Gerakan 30 September tahun 1965. Sebuah artikel yang saya baca sempat memunculkan 5 versi dalang di baliknya. Atau berbagai kasus terkait budaya kita yang berkali-kali coba diakui oleh bangsa lain. Pada kasus naskah, naskah Laga Ligo dari Kerajaan Luwu Sulawesi Selatan misalnya, baru setengah isinya saja yang diketahui. Naskah tersebut kini hanya disimpan di Belanda karena di sini tidak ada tenaga ahli penerjemah yang dapat mengartikan sekaligus merawatnya dengan baik.

Sangat jelas bukan, ketidakpahaman akan aksara dan bahasa asli bangsa Indonesia di masa lalu bisa menyebabkan kekaburan sejarah. Sejarah berpotensi diputarbalikkan, diterjemahkan secara tidak tepat (dikarang), atau dicari-cari kelemahannya. 

Museum Bandar Cimanuk
Sumber: http://log.viva.co.id/news/read/752958-mengenal-sejarah-indramayu-dari-museum-bandar-cimanuk


Saya meyakini bahwa sejarah adalah milik penguasa. Penguasalah yang kemungkinan besar akan menuliskan/mencatatkan sejarah dengan versinya sendiri. Atau setidaknya, sejarah adalah milik orang yang mau mencatatkannya. 

Memang, di Indramayu sudah ada Ki Tarka (Tarka Sutarahardja) yang peduli akan aksara jawa. Selain ahli dalam menerjemahkan aksara tersebut, ia juga mendirikan sanggar aksara jawa Indramayu di rumahnya, di Desa Cikedung Lor, Indramayu. Walau di sini pun masih ada kendala, naskah-naskah terjemahan yang ditulisnya belum bisa dipublikasikan luas karena terkendala dengan biaya percetakan dan penerbitan. Di Indramayu pun sudah ada Museum Bandar Cimanuk, museum yang pembangunannya digagas oleh 15 orang termasuk Ki Tarka. Di dalam museum yang terletak di jalan Veteran No. 3 ini terdapat aneka benda yang mampu mengungkap tentang sejarah keberadaan Indramayu, sejarah sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan serta seni dan budaya di kabupaten Indramayu; termasuk beberapa buku bertuliskan huruf jawa. Namun, jika pada sejarah yang dipelajari terdapat kekaburan, itu berarti ada “lubang” di dalamnya. Ini adalah gambaran dari sejarah masa lalu dan hubungannya dengan masa kini, yaitu ada potensi kekaburan sejarah, kurang mampunya merawat benda-benda bersejarah, sedikitnya orang yang mampu menerjemahkan sejarah, dan kurangnya minat generasi masa kini terhadap sejarah.

Bung Karno pernah mengatakan tentang JAS MERAH (Jangan Melupakan Sejarah). “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya.” Begitu ucap presiden pertama RI tersebut. Sekarang mari kita lihat hubungan antara masa kini dan masa depan! Maksud saya adalah di masa depan, masa tempat kita berada saat ini adalah sejarah. Nah, bagaimana agar kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan di masa lalu bisa kita antisipasi?

Etalase buku-buku tempo dulu dan bandring di Museum Bandar Cimanuk
Sumber: Bloggermangga.com

Saat ini, budaya literasi sudah lebih baik dari masa lalu. Di Indramayu pun sudah terlihat perkembangan yang demikian. Di antaranya bisa dilihat dari hal-hal berikut:

1.    Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dilaksanakan dengan menggalakkan budaya membaca buku nonfiksi 15 menit sebelum pelajaran sekolah dimulai, 

2.    Munculnya komunitas peduli minat baca, misalnya komunitas Ngampar Boekoe,

3.    Munculnya Taman Bacaan Masyarakat (TBM), misalnya TBM. Lentera Hati Karangsong; yaitu dengan mendirikan perpustakaan apung Pantai Mutiara Hijau di Desa Karangsong.

4.    Program Perpuseru untuk 8 desa dan 5 taman bacaan di Indramayu
Program Perpuseru ini merupakan upaya untuk mengembangkan perpustakaan umum menjadi pusat belajar masyarakat yang memberikan pelayanan berbasis teknologi, informasi dan komunikasi untuk masyarakat. Program ini dilaksanakan melalui kerjasama dengan Coca-Cola Foundation Indonesia.

5.    Diraihnya penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka tahun 2016 dengan kategori Birokrat yang peduli terhadap pengembangan perpustakaan dan kegemaran membaca dari Perpustakaan Nasional RI oleh Bupati Indramayu Hj. Anna Sophanah,

6.    Diraihnya Juara 2 tingkat Nasional dalam lomba perpustakaan desa oleh Kabupaten Indramayu,

7.    Diraihnya juara perpustakaan sekolah tingkat provinsi Jawa Barat.

Perpustakaan apung
Sumber: http://www.indramayu.top/2016/09/tjimanoek-sign-taman-kota-kali-cimanuk.html


Kesemua ini diharapkan berpengaruh terhadap meningkatnya minat baca masyarakat Indramayu. Dalam jangka panjang, harapannya kebiasaan-kebiasaan positif ini membuat Indramayu yang ada saat ini akan menjadi sejarah yang baik di masa depan. Selain itu, generasi-generasi di masa depan sudah terbiasa untuk membaca sehingga diharapkan keengganan dan ketidakmampuan dalam mempelajari sejarah akan berkurang. Dari segi tulis pun, sudah ada komunitas menulis di Indramayu, misalnya blogger Mangga (blogger Indramayu). Akan tetapi, masih ada “lubang” di sini. Untuk mencegah adanya potensi kekaburan sejarah, masing-masing penulis tersebut harus dibiasakan dan dilatih untuk selalu menulis dengan baik, benar, dan didukung oleh bukti-bukti yang kuat. Ini adalah salah satu cara untuk memelihara budaya kita dan meninggalkan jejak-jejak yang mudah bagi penelusuran sejarah oleh generasi yang akan datang. 

Di dalam setiap peristiwa sebaiknya kita berusaha mengambil hikmahnya, termasuk peristiwa polemik aksara jawa ini. Dan apa yang saya utarakan di atas adalah sedikit upaya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terkait dengan sejarah dan budaya kita, khususnya yang ada di Indramayu.



Sumber:

http://www.indramayukab.go.id/component/content/article/40-seputar-indramayu/959-bupati-indramayu-raih-nugra-jasadarma-pustaloka.html
https://www.indramayunews.com/budaya-baca-harus-menjadi-unggulan-indramayu/
http://ciumanuk.com/2016/03/program-perpuseru-untuk-8-desa-dan-5-taman-bacaan-di-indramayu/
http://info.kuncimaju.net/index.php/2016/07/17/mengunjungi-sanggar-aksara-jawa-di-cikedung-indramayu/
http://www.malang-post.com/pendidikan/aksara-jawa-dan-tembang-macapat-warisan-leluhur-yang-makin-terlupakan

Senin, 17 Oktober 2016

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya



Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
 Ngarot 
Sumber: http://jendelabaruku.blogspot.co.id/2015/11/ngarot-dari-desa-lelea.html

Menikmati indahnya hamparan padi yang menghijau menghadirkan berbagai sensasi tersendiri bagi yang melihatnya. Pemandangan tersebut begitu memanjakan mata dan asri. Di tengah-tengah pertumbuhan daerah yang begitu pesat, yang hijau-hijau seperti itu sangat dirindukan, karena keberadaannya sudah sulit didapati.

Sebagai daerah agraris dengan mayoritas penduduk bertani, Indramayu pun memiliki pesona persawahan tersebut. Apalagi kabupaten ini merupakan lumbung padi nasional dan penghasil padi tertinggi di Jawa Barat, sawah-sawah semacam itu pasti umum dijumpai, bahkan di perkotaan. Lebih dari itu, ada banyak hal yang bisa ditawarkan oleh persawahan di sana. Bagaimana tidak, budaya-budaya terkait persawahan di sana begitu beraneka ragam dan sangat disayangkan jika dilewatkan. Itulah mengapa rugi sekali jika Anda berkunjung ke Jawa Barat tetapi tidak mampir ke Indramayu.

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
 Ngunjung di Desa Mundak Jaya, Indramayu
Sumber: http://mundakjaya.desa.id/berita-tradisi--ngunjung-buyut.html 

Menjelang musim tanam Anda bisa mendapati tradisi sedekah bumi dan ngunjung (munjung). Keduanya mirip, sama-sama dilakukan di musim penghujan. Hanya saja, kalau sedekah bumi biasa diselenggarakan sekitar bulan Oktober dan Desember di balai desa, ngunjung biasa diselenggarakan saat Suro atau Maulud di makam/situs leluhur (hanya setahun sekali). 

Sedekah bumi merupakan tradisi doa bersama yang dilanjutkan dengan upacara adat; sedangkan ngunjung lebih bersifat penyuluhan pertanian dan upaya untuk meningkatkan kekompakan bertani. Pada momen ngunjung tersebut dilakukan syukuran oleh warga satu desa atau pedukuhan tertentu di makam/situs leluhur. Masing-masing dari mereka akan membawa tumpeng lengkap dengan lauk pauk seadanya. Mengapa diadakan di makam/situs leluhur? Itu semua bertujuan untuk menghormati dan mengenang jasa mereka, sekaligus mendoakannya. Meski demikian telah terjadi pergeseran di dalam pelaksanaan ngunjung. Ngunjung yang sekarang lebih menjurus pada pesta pora. Hal itu bisa terlihat misalnya dari adanya organ atau orang karaokean yang dibiarkan  masuk ke areal situs leluhur. Tidak terlalu masalah, tinggal ditertibkan dan dikembalikan agar nilai-nilai kearifan lokalnya tetap terjaga.

 Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
Sedekah bumi di desa Rambatan Kulon, Indramayu
Sumber: http://rambatankulon.desa.id/berita-tradisi--sedekah-bumi.html


Tradisi berikutnya adalah ngarot atau sering juga disebut kasinoman. Ngarot diadakan dengan persiapan-persiapan khusus. Persiapan-persiapan tersebut dibicarakan dalam rembuk desa dan hasilnya diumumkan pada waktu sedekah bumi. 

Agaknya, prestasi Indramayu sebagai lumbung padi nasional sedikit banyak tak lepas dari tradisi ngarot ini. Dengan adanya ngarot,  pemuda pemudi desa disiapkan untuk segera bekerja di sawah.  

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
Penyerahan benih dan peralatan pertanian dalam ngarot
Sumber: http://jendelabaruku.blogspot.co.id/2015/11/ngarot-dari-desa-lelea.html

Ngarot dimulai sejak tahun 1686. Asli milik Indramayu dan tak akan ditemui di daerah lain di Indonesia. Ia telah resmi ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Jawa Barat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.  Dari 30 warisan budaya tak benda asal Jawa Barat yang diajukan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar dan instansi terkait di kota/kabupaten, ngarot termasuk yang diakui secara nasional oleh Kemendikbud selain sintren dan mamaos.

Ngarot di Desa Lelea biasanya diadakan antara Oktober dan Desember, pada minggu ke-3 atau 4 di hari Rabu. Berbeda dengan Lelea, Desa Jambak biasanya menyelenggarakannya pada hari Sabtu di pertengahan Desember. Iya, ngarot tak hanya ada di Desa Lelea; di Desa Tamansari, Tunggulpayung, dan Jambak juga ada. Kalau zaman dulu malah hampir semua desa di Kecamatan Lelea dan Cikedung menyelenggarakannya. Sekarang sih sudah banyak yang meninggalkan. Bagi yang masih melestarikan, ngarot biasanya dilaksanakan setahun sekali selama sehari penuh. Sangat meriah, karena diiringi dengan berbagai kesenian tradisional seperti tari topeng, reog, dan ronggeng ketuk. 

Menurut bahasa Sunda kuno, ngarot artinya minum (ngaleueut), yaitu arena pesta minum-minum (bukan minuman keras) dan makan-makan di kantor desa sebelum para petani mulai menggarap sawah. Tradisi tersebut merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bercocok tanam mereka. 

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
 Peserta ngarot sedang didandani
Sumber: http://partaigolkarindramayu.blogspot.co.id/2012/06/tradisi-ngarot-di-indramayu-jawa-barat.html

Menariknya, hanya perjaka dan perawan yang boleh ikut dalam acara ini. Para perawan didandani dengan mahkota bunga nan cantik di kepalanya. Mahkota tersebut dirangkai dari bunga kenanga, melati, kertas, dan kanthil. Untuk pakaian, mereka mengenakan kebaya berselendang beserta macam-macam aksesorisnya; sedangkan perjakanya memakai baju komboran dan celana gombrang (longgar) hitam serta mengenakan ikat kepala. Seperangkat fashion tersebut memiliki nilai filosofis tersendiri, tidak asal pilih/pakai. Setelah waktu menunjukkan pukul 08.30, semua peserta tadi kemudian meninggalkan halaman rumah kuwu untuk diarak keliling kampung. 

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
 Arak-arakan (kirab) ngarot
Sumber: http://jendelabaruku.blogspot.co.id/2015/11/ngarot-dari-desa-lelea.html

Di sini, jangan coba-coba berbohong tentang kesucian atau wajah peserta akan terlihat sangat buruk. Selain itu, remaja-remaja yang tak perawan akan mendapati bunga-bunga penghias rambutnya cepat layu, sedangkan bagi yang mengaku perawan/perjaka padahal tidak bisa-bisa tak akan mendapat jodoh seumur hidupnya.

Aneh, ya? Tidak. Karena memang dalam perkembangannya tradisi ngarot yang tadinya bertujuan untuk pertanian akhirnya dimanfaatkan sebagai ajang pencarian jodoh juga, dengan syarat pasangan tersebut harus sedesa. Kecuali jika sudah janda/duda, maka boleh menikah dengan penduduk desa lain. 

Biarpun kelihatannya seperti memanfaatkan situasi, tetapi mencari jodoh melalui ngarot manjur juga lho. Seperti penuturan dari warga sana, sejak tahun 1990-an hingga sekarang, hampir 80 persen peserta ngarot berhasil mendapatkan pasangan hidup dan bisa menjalin rumah tangga dengan rukun.

Meski demikian, Lea Ramadhan, seorang peserta ngarot menuturkan bahwa saat ini tradisi tersebut tak lagi digunakan untuk mencari jodoh dan tak hanya diikuti oleh warga Lelea. Mereka ikut serta lebih untuk melestarikan tradisi dan menyemarakkan acara saja.

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
Mapag tamba
 Sumber: http://meneerpanqi.blogspot.co.id/2015/11/apa-itu-mapag-tamba.html

Empat puluh hari setelah masa tanam dilakukanlah upacara untuk mengusir penyakit (mapag tamba). Mapag tamba masih bisa dilihat di antaranya di Desa Tugu. Pada malam hari sebelum pelaksanaannya, dilakukan pembacaan doa terhadap air yang berasal dari sumber mata air yang dianggap berkhasiat. Keesokan harinya, air yang diwadahi bumbung bambu tersebut disiramkan ke air mengalir di perbatasan desa. Yang melakukannya adalah para pamong desa (wadya bala “nibakena tamba”). Mereka terbagi dalam beberapa kelompok, berpakaian serba putih, dan melakukan puasa bicara. Mereka melakukannya dengan harapan agar padi yang ditanam bisa berhasil.
 
Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya

Mapag sri di Desa Wanguk, Indramayu
Sumber: http://wanguk.desa.id/berita-mapag-sri.html

Jika Anda datang menjelang panen, mungkin Anda akan mendapati tradisi mapag sri. Mapag sri berasal dari bahasa Jawa mapag yang artinya menjemput dan sri yang artinya padi. Jadi, mapag sri artinya menjemput padi (panen). Sesuai namanya, jelas pelaksanaannya menjelang musim panen pertama (rendengan) dan berhubungan dengan Dewi Sri (Dewi padi) atau Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Ia merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan akan hasil panen yang didapat. Caranya, sebelum padi yang menguning dituai pungutlah dulu sebanyak beberapa bulir! Bentuklah bulir-bulir tadi seperti dua orang (lambang sepasang pengantin) yang dipertemukan dan diarak pulang. Dengan cara ini mereka berharap padi-padi tersebut bisa memberi manfaat bagi pemiliknya.

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
 Sepasang pengantin dari bulir padi (mapag sri)
Sumber: http://www.tosupedia.com/2014/11/mapag-sri-ritual-menyambut-datangnya.html

Dalam pelaksanaannya biasanya disediakan sesaji serta diiringi dengan tari topeng dan wayang kulit. Umumnya, pentas wayang kulit dilaksanakan sehari semalam dengan lakon Dewi Sri dan diadakan di balai desa. Para petani berusaha mengadakannya rutin setiap tahun. Hal itu disebabkan karena mereka meyakini bahwa meninggalkan tradisi ini bisa mendatangkan musibah. Misalnya pada tahun 1970-an, mereka tidak menyelenggarakannya karena hasil panen sedikit, namun akhirnya banyak di antara mereka yang sakit. 

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya

Wayang kulit
Sumber: http://meneerpanqi.blogspot.co.id/2011/05/wayang-lumping-dermayon.html

Berikutnya adalah wayang kulit (wayang lumping). Wayang kulit Indramayu mirip dengan Cirebon, hanya saja ia menggunakan bahasa Cirebon dialek Indramayu (bahasa Dermayon) dalam pementasannya. Selain sering diselenggarakan pada momen hajatan, wayang kulit Indramayu juga merupakan bagian tak terpisahkan dari berbagai tradisi di sana. Beberapa tradisi seperti mapag sri, nadran, ngarot, ruwatan, sedekah bumi, dan ngunjung harus disertai dengan pementasan wayang ini. Pementasan wayang tidaklah sembarangan. Di dalamnya sarat akan pesan-pesan moral, budi pekerti, dan agama.

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
Tari topeng
Sumber: http://www.tosupedia.com/2014/11/sanggar-tari-topeng-mimi-rasinah-wujud.html

Masih berhubungan dengan nilai-nilai filosofis, ada pula tradisi tari topeng. Tarian tradisional Indramayu ini disebut tari topeng karena penarinya menari sambil memakai topeng. Jumlah penari itu bisa satu orang atau lebih. 

Tari topeng Indramayu bisa dibedakan dari tari topeng daerah lain melalui gerak tangan dan tubuh yang gemulai dan khas, kostum yang berciri topeng spesifik, serta iringan musik yang didominasi oleh kendang dan rebab. Sebenarnya, tarian ini adalah perkembangan dari tari topeng Cirebon. Kalau Cirebon memiliki 5 macam topeng, Indramayu memiliki 8 macam, yaitu topeng panji, samba putih, samba abang, tumenggung, kelana gendrung, kelana udeng, rumyang, dan kiprah. Masing-masing topeng tersebut menggambarkan fase-fase dari lahir sampai mati. Secara keseluruhan, intinya menggambarkan perjalanan hidup dan perjalanan spiritual manusia. 

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
Membuat topeng
Sumber: http://lolajurnal.blogspot.co.id/2013/03/indramayu.html

Tari topeng masih banyak dipelajari di berbagai sanggar tari dan sering dipentaskan pada acara-acara resmi daerah atau momen tradisional lainnya. Salah satu sanggar tersebut adalah sanggar tari topeng Mimi Rasinah, yang terletak di Desa pekandangan, Indramayu. Almarhumah Mimi Rasinah sendiri adalah seorang maestro tari topeng. Dia mahir dalam membawakan tarian ini dan dia pun rajin mengajarkannya.

Bagi yang suka melihat akrobat, jangan lewatkan untuk melihat genjring umbul! Di sana Anda akan mendapati tradisi Indramayu yang memadukan unsur akrobat dan seni olahraga. Datanglah ke Indramayu pada saat hari besar nasional, nadran, ngunjung, atau hajatan karena biasanya kesenian ini diadakan pada waktu-waktu tersebut. 
 
Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya

Singa depok
Sumber: http://rambatankulon.desa.id/berita-kesenian--singa-depok.html


Berikutnya adalah singa depok (kuda depok). Tradisi ini tidak secara langsung terkait dengan persawahan, walau kadang diadakan saat musim panen. Itu karena pelaksanaannya saja yang mahal, sedang saat musim panen (idealnya) uang petani sedang banyak-banyaknya. Sebenarnya, acara ini dilangsungkan untuk memeriahkan sunatan, rasulan (ritual menuju ke dunia remaja), atau ulang tahun. 

Singa depok mirip dengan sisingaan subang, tetapi sudah dimodifikasi dengan adanya "kebo ngamuk" dan "burok". Wujudnya sekarang tidak selalu berupa singa atau kuda, tetapi bisa juga naga, monster terbang, atau monster bersayap. Para balita atau anak yang sedang dihajati akan naik ke atasnya. Mereka didandani bak pengantin atau tokoh wayang (biasanya Gatotkaca). Singa/kuda/wujud lain tadi kemudian dipikul oleh 4 kelompok. Mereka memikulnya sambil berjoget berkeliling jalan desa secara bolak-balik, dengan diiringi lagu dangdut “live” dan pemain musik lengkap. Jika ditanggap saat pagi, maka selesainya tengah hari; sedangkan jika ditanggap siang maka selesainya menjelang Maghrib. Tontonan semacam ini bisa ditemui di antaranya di Desa Bongas dan daerah pantura pada umumnya.


Risiko Terancamnya Budaya-Budaya Agraris di Atas

Indramayu adalah sentra budaya, karena memiliki banyak keragaman budaya se-Jabar. Demikian pernyataan dari Asep Ruchiyat, Kasi Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Indramayu. Budaya-budaya terkait persawahan di atas hanyalah sebagian kecil dari ragam budaya di Indramayu. Masih banyak budaya lain yang tentu tak bisa saya sebutkan satu per satu, misalnya tarling, sintren, nadran, wayang golek cepak, dan lain-lain.

Warna-Warni Kemeriahan Budaya Agraris di Indramayu Kota Budaya
Nadran
Sumber: http://senibudayadermayu.blogspot.co.id/2016/06/seni-budaya-indramayu.html

 Dari budaya-budaya terkait persawahan saja sudah terlihat bukan betapa banyak dan meriahnya budaya-budaya di Indramayu. Akan tetapi, perkembangan zaman menyebabkan banyak lahan pertanian di sana mengalami alih fungsi. Tercatat sekitar 15 hektar lahan pertanian mengalaminya setiap tahun (data dari Badan Penanaman Modal dan Perijinan (BPMP) Kabupaten Indramayu). Di sisi lain, kenyataan sebagai lumbung padi nasional tak serta merta membuat kehidupan petani sejahtera. Akibatnya, banyak dari mereka yang tak tertarik lagi untuk bertani/tak ada regenerasi. Kondisi ini tak hanya mengancam ketahanan pangan tetapi juga kelestarian budaya-budaya terkait persawahan seperti yang sudah dipaparkan di atas. Oleh karena itu, segala permasalahan tersebut perlu segera ditangani dan dicarikan solusi yang terbaik.

Berbagai budaya yang saya tulis di atas saat ini masih ada. Mumpung masih ada, yuk rame-rame menikmati kemeriahan aneka budaya agraris  Indramayu! Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan meramaikan dan melestarikan budaya di sana.


Sumber:

http://www.radarcirebon.com/lahan-pertanian-di-indramayu-makin-sempit.html
http://poskotanews.com/2016/09/13/1000-gadis-bertradisi-ngarot-ramaikan-hari-jadi-indramayu-2016/
http://www.radarcirebon.com/tradisi-ngarot-1000-gadis-indramayu-menyambut-musim-hujan.html
http://ekorisanto.blogspot.co.id/2009/08/ritual-ngarot-indramayu.html
http://www.indonesiakuunik.com/2015/11/ngarot-upacara-adat.html
http://www.tosupedia.com/2014/11/makna-yang-terkandung-dalam-acara-adat.html
http://seni-membatik.blogspot.co.id/
http://www.tosupedia.com/2014/11/mapag-sri-ritual-menyambut-datangnya.html
http://specialblog41.blogspot.co.id/2013/08/kebudayaan-dan-kesenian-dari-daerah.html
http://www.indramayukab.go.id/potensi/72-kebudayaan.html
http://meneerpanqi.blogspot.co.id/2015/11/apa-itu-mapag-tamba.html
http://news.fajarnews.com/read/2015/10/06/5704/tradisi.ngarot.di.indramayu.diakui.kemendikbud.ri
http://www.kompasiana.com/fuji.ep/tari-topeng-makna-8-macam-topeng_54f7425ea33311b06d8b48dd
http://www.bloggermangga.com/2016/06/tradisi-tradisi-tempo-dulu-yang-masih.html
http://cirebonis.blogspot.co.id/2011/05/ngarot-berburu-jodoh-sebelum-musim.html
http://www.kompasiana.com/jimsharianto/hiburan-yarnen-bayar-setelah-panen_54f5f41fa33311c0078b45bd
http://www.indramayutradisi.com/2012/12/pesta-adat-ngarot-di-desa-jambak.html